"Surfing": Hobi Murah Penghasil Duit

2 No tags Permalink 0

Muda Kompas, Jumat, 25 Juli 2003

“Surfing”

Hobi Murah Penghasil Duit

Surfing bisa jadi pilihan hobi menarik. Biaya sekolah ditanggung, dapat uang bulanan, bisa jalan-jalan ke luar negeri gratis. Sayangnya, belum banyak yang tertarik untuk menjalani hobi ini.

Dion Pardamaian Wau dan Ribut Wahyudi, dua surfer muda di Bali yang baru lulus SMU Kuta Pura, Kuta, Bali, bisa mendapatkan uang saku dari sponsor paling tidak Rp 700 ribu per bulan. Bagaimana caranya? Sponsor, man. Dion saat ini terikat kontrak dengan Kuta Line, Bali Barrel Surf Shop, dan Bajak Laut Support. Setiap bulannya, dia dapat uang saku Rp 700 ribu dan pakaian (t-shirt, celana, topi) empat kali. Lalu tiap tahun, Dion boleh ganti papan empat kali. Biar ngiler, nih. Harga satu potong pakaian paling murah seratus lima puluh ribu perak. Lalu harga satu papan sekitar 500 dolar Amrik atau sama dengan 4 juta rupiah. Mau lebih ngiler? Dion rencananya akan ke Aussie Oktober nanti, lalu ke Jepang untuk mencoba ombak di dua negara tersebut. Gratis!

Cerita Ribut tak kalah asyik. Sejak 1998 lalu, cowok kelahiran 8 Juli 1984 itu terikat kontrak dengan Spyderbilt, salah satu produsen pakaian juga. Ribut mendapatkan duit bulanan Rp 850 ribu per bulan dan biaya sekolahnya ditanggung sponsor. Selain, tentu saja, pakaian. Untuk papan surfing, cowok berambut cepak ini rutin dapat dari Three O Three. Sebelum itu, Ribut juga terikat kontrak dengan Quality, produsen pakaian surfing, dan Climbone, produsen aksesori surfing. Asyiknya lagi, dari berselancar ini Ribut pernah dapat tiket gratis berangkat ke Australia dan Jepang.

Pastinya tidak mudah mendapatkan sponsor. Untuk mendapatkannya tergantung pada relasi sesama rider (bahasa lain dari surfer) dan prestasi. Ribut langsung mendapatkan sponsor ketika juara pertama dalam lomba surfing se-Bali pada 1998. Padahal itu keikutsertaannya yang pertama dalam lomba. Dia langsung dikontrak Spyderbilt hingga akhir 2003 nanti. Berbagai prestasi kemudian diraihnya dalam kejuaraan surfing. Beberapa di antaranya Juara IV pada Om Tour Volcom Indonesia-Jepang Surfing Contest (2000), Juara III pada Billabong Surfing Contest (2002), dan Juara I Three O Three Surf Board Contest di Jepang (2002).

Adapun Dion pernah tiga kali masuk final di Om Tour Volcom Indonesia-Jepang Surfing Contest, masuk final Grommet Surfing Contest, dan masuk sebagai 15 pemain pro junior terbaik versi Billabong. Makanya enggak usah heran kalau mereka dengan mudah mendapatkan sponsor. Memang jago, sih!

Awalnya ogah

Kehebatan mereka tidak datang dari langit. Malah, awalnya Ribut dan Dion mengaku ogah dengan olahraga air ini. Perkenalan pertama mereka dengan surfing terjadi 11 tahun lalu.

Dion kenal surfing dari orangtua angkatnya, I Ketut Menda. Oleh salah satu surfer profesional di Bali itu, Dion dibawa dari tempat asalnya di Pulau Nias, Sumatera Utara, ke Bali. Sampai di Bali, dia mulai belajar surfing di Pantai Kuta. Pantai tersohor di seantero jagat ini memang bagus untuk belajar surfing. Pertama, karena dasarnya yang pasir. Kedua, karena ombaknya tidak terlalu besar. Ketiga, karena lokasinya dekat. Dan, terakhir karena ada penjaga pantai. Jadi, kalau terseret ombak misalnya, akan ada yang menolong.

Sebulan pertama Dion mengaku tersiksa dengan latihan yang harus dijalani. Kepala pusing, kulit mengelupas, dan matanya perih karena sinar matahari dan air laut. Saking perihnya selalu mengeluarkan air dan pas sekolah tidak bisa baca. Rambutnya pun berubah pirang. “Teman-teman sekolah sering mengejek apa enaknya jadi surfer,” aku penggemar musik-musiknya Blink 182 ini.

Selama dua tahun, Dion belajar dengan didampingi bapak angkatnya. Tempat favoritnya di Half Way, sebuah point di Pantai Kuta. Point ini hingga saat ini jadi home break dan tempat favoritnya bersama Ribut. Kebetulan rumah mereka juga dekat Pantai Kuta.

Begitu sudah bisa surfing mereka jadi ketagihan. Tiada hari tanpa surfing. Ketika SMP, karena masuk sekolah pagi, pukul satu siang mereka baru nyebur ke pantai. Namun, begitu SMU, mereka bisa melakukannya sebelum sekolah lantaran jam masuk sekolahnya siang.

Setelah dianggap bisa, mereka dilepas pelatihnya masing-masing. Berbagai tempat di Bali pun dicoba. Pantai di Bali memang menyajikan banyak ombak yang bagus untuk surfing. “Secara keseluruhan, tidak ada tempat di mana pun di dunia yang ngalahin bagusnya ombak di Indonesia,” kata Piping yang sudah menjelajah berbagai pantai di Indonesia antara lain Nias dan Mentawai (Sumatera), Cimaja (Bandung Selatan), hingga Neumbrella (Nusa Tenggara Timur).

Di Bali sendiri bertebaran tempat yang asyik untuk surfing. Mulai dari Medewi, Canggu, Seminyak, Legian, Kuta, Serangan, Dreamland, Padang-padang, Uluwatu, dan banyak lagi. Masing-masing menyajikan tantangan ombak berbeda-beda. Bagi Ribut dan Dion, tempat favorit selain di Half Way, Kuta adalah di Canggu.

Modalnya papan dan pakaian

Surfing tergolong olahraga murah meriah. Kalau sekadar hobi, cukuplah papan surfing dan pakaian. Papan baru, kata Dion, bisa kita beli bekas dengan kondisi bagus. Harganya paling mahal satu juta perak. “Kalau teman sendiri bisa di bawah itu,” katanya serius. Selain itu, tinggal celana. Kalau mau yang khusus surfing harganya sekitar Rp 150 ribu. Tapi, celana biasa juga it’s ok.

Dion dan Ribut juga modal awalnya cuma itu. Tapi, lamalama mereka mulai menambah “daya keren” papan mereka dengan berbagai aksesori yang mereka dapat dari sponsor, seperti leg rope (tali kaki) dan grips (pijakan kaki). Harganya sih lumayan. Leg rope berkisar Rp 200 ribu sedangkan grips sekitar Rp 300 ribu.

Modal lain yang kelihatannya sepele, tapi mempengaruhi keputusan kita ikutan surfing adalah: takut kulit berubah warna. Padahal berubah warna kulit itu jadi enggak penting begitu kita merasakan nikmatnya berdiri di atas papan, naik turun ombak, bikin style, dan macam-macam lagi. Dion sampai mengaku lebih bisa mengikuti pelajaran di sekolah setelah surfing, “Kalau saya enggak surfing sehari saja, bisa stres.” Tak berbeda, Ribut bilang, “Surfing bisa me-refresh-ing otak kita dari kejenuhan sehari-hari.”

Hanya itu? Ada satu lagi yang lebih penting: keyakinan. Kenali surfing, lalu yakini. Sesuatu yang dilakukan dengan yakin, hasilnya akan luar biasa. Seperti yang sudah dialami oleh Dion dan Ribut. Sponsor, uang akan datang sendiri. Itu semua hanya akibat dari keyakinan dan kesungguhan kita.

Berani mencoba bercanda dengan ombak di atas papan? Silakan.

ANTON MUHAJIR Mahasiswa Program Studi Teknologi Pertanian (PSTP), pernah aktif di Persma Akademika Universitas Udayana Bali

2 Comments
  • czandile
    April 8, 2008

    peace, love, and surf

  • danilo
    May 5, 2009

    sy punya usaha jualan pakaian dan aksesoris surfing,boleh dikirimkan daftar harga barangnya ngak? siapa tau saya juga bisa jadi distributor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *