Playboy Uncencored Version [Part 6]

1 No tags Permalink 0

Identitas dalam Semangkuk Bakso [Part 6]

***

Ajeg Bali melalui bakso memang lebih riuh terdengar di kampung-kampung. Di Denpasar, bakso babi Ajeg Bali itu hampir seluruhnya mangkal di warung. Hingga saat ini belum pernah terlihat penjual bakso dengan gerobak yang pakai identitas seperti Gede maupun Diana. Tapi di Karangasem, Klungkung, maupun Jembrana, Bakso Babi Ajeg Bali itu sudah menggantikan bakso gerobak yang dulu dijajakan pendatang dari Malang, Banyuwangi, ataupun Lombok.

Di Karangasem, penjual bakso dorong itu malah ada yang berpakaian adat lengkap dengan kamen, selempod, dan udeng (ikat kepala). Bahkan gerobaknya juga mesaput poleng atau kain motif kotak-kotak hitam putih yang biasa diselimutkan di pohon atau patung di Bali.

Tapi menurut Nyoman Carito, pakaian adat pedagang bakso dan gerobak mesaput poleng itu, terlalu resmi baginya. Karena itu, pedagang bakso di perbatasan Klungkung-Karangasem, ini hanya pakai kamen, tanpa selempod ataupun udeng. Bekas penambang pasir di galian C Gunaksa, Klungkung ini bukan anggota Koperasi Krama Bali. Dia usaha dengan modal sendiri. Jualannya juga bukan bakso babi, tapi bakso ayam. “Dulu pernah jual bakso babi, ternyata tak terlalu laku. Pembeli saya lebih suka bakso ayam. Jadi ya saya jual bakso ayam saja,” akunya. Tapi ide jualan itu, tambahnya, memang muncul setelah dia tahu tentang Bakso Babi Ajeg Bali melalui Bali TV.

Tanpa pakaian lengkap dan saput poleng, identitas Nyoman sebagai orang Bali tetap terlihat melalui gerobaknya. Gerobak itu berisi tulisan Ngajegang Bali di sisi kanan dan tulisan Bali Tulen di sisi kiri. Bagian depan atas gerobak berisi plangkiran, bahan berbentuk kotak dari terbuat dari kayu untuk tempat meletakkan sesajen atau canang. “Biar pembelinya tahu kalau saya orang asli Bali,” katanya. Di bagian bawah paling depan gerobak diisi poster iklan rokok Kansas The Real Man dengan gambar wajah laki-laki. “Untuk gaya-gayaan saja,” katanya lalu tertawa ketika ditanya apa maksud gambar itu.

Identifikasi lewat kamen, tulisan, dan plangkiran itu terbukti ampuh menarik pembeli. Ketika sedang ngobrol, sepasang suami istri dan anak perempuannya memarkir motor di dekat gerobak. Turun dari sepeda motor Honda Supra DK 2872 CM, sang bapak bertanya terlebih dulu, “Bali, Pak, Nggih?” Pertanyaan seperti ini biasa ditanyakan untuk orang asing yang belum dikenal. Penanya ingin tahu apakah orang yang ditanya itu orang Bali atau tidak.

“Nggih, Pak,” jawab Nyoman. Bapak, ibu, dan anaknya itu pun pesan bakso sambil istirahat.

Sore itu ketika wawancara kurang lebih dua jam, Nyoman sambil melayani lebih dari 10 pembeli. Rata-rata orang yang lewat daerah tersebut untuk pulang kampung. Lokasi Nyoman jualan saat ini berada di tepi pantai Yeh Malet, Kecamatan Manggis, Karangasem. Dulunya penjual bakso di sini seluruhnya orang Lombok. Tapi kini semua penjualnya orang lokal dengan ciri-ciri sama: pakai kamen, tulisan Ngajegang Bali dan Bali Tulen, serta gerobak berisi plangkiran. “Saya beli gerobak ini dari mereka,” tambah suami Kadek Sutami ini.

Ngajegang Bali, bagi Nyoman, berarti memperkokoh Bali. Sebab, katanya, selama ini orang Bali cenderung malu kalau disuruh kerja seperti jualan bakso. Dia sendiri pun mengalami malu itu ketika pertama kali jualan. “Karena malu pada pembeli juga takut rasanya tidak enak dan cara jualannya salah,” akunya setelah menghisap Gudang Garam Filter di tangannya. [lanjut ke posting selanjutnya]

***

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *