Ngurah Rai Sibuk Antisipasi

0 No tags Permalink 0

Bandara Ngurah Rai Tuban, Kuta, Bali mengantisipasi penyebaran SARS.

Satu per satu penumpang Singapura Airlines SQ 142 disalami Kepala Cabang PT Persero Angkasa Pura I IGM Dhordy, Kepala Cabang Imigrasi Bandara Ngurah Rai I Gede Widhiarta, dan Kepala Seksi Karantina Kesehatan Bandara Ngurah Rai I Wayan Subagia. Jumat siang itu ketiganya melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Bandara Ngurah Rai, Tuban, Kuta, Bali untuk mengantisipasi penyebaran sindrom pernafasan sangat akut (SARS). Selesai disalami ketiga petinggi bandara tersebut, para penumpang pesawat Singapura – Denpasar itu diberi kartu kewaspadaan dini berwarna kuning muda. Dua petugas dari Seksi Karantina Kesehatan Bandara Ngurah Rai memberikannya kepada dua penumpang first class, sembilan penumpang bisnis, dan 219 penumpang kelas ekonomi pesawat yang mendarat pukul 12.11 wita tersebut.

Sidak siang itu dilakukan sebagai salah satu bentuk antisipasi penyebaran SARS di Bali. Penyebaran kartu kewaspadaan hanya salah satu bentuk. Kartu itu berisi peringatan agar penumpang yang mengalami gejala-gejala SARS harus melapor ke dokter bandara. Kartu ini diberikan ketika penumpang baru turun dari pesawat. Berdasarkan catatan Seksi Karantina Kesehatan Bandara Ngurah Rai, sejak 20 Maret hingga Kamis pekan ini sudah 14.234 kartu kewaspadaan dini yang disebar.

Seksi Karantina Kesehatan pun memberikan perhatian khusus kepada penumpang pesawat dari negara-negara yang dicurigai riskan terjangkit SARS. Negara-negara tersebut adalah Kanada, Cina, Jerman, Hongkong, Singapura, Spanyol, Taiwan, Thailand, Inggris, Amerika Serikat, dan Vietnam. Menurut Kepala Seksi Karantina Kesehatan Bandara Ngurah Rai dr I Wayan Subagia, pemeriksaan ini dilakukan melalui penglihatan ketika mereka turun. Ketika terlihat gejala seperti hidung memerah, maka bisa jadi penumpang tersebut terkena SARS. Setelah itu akan dibawa ke ruang karantina. Kalau ada gejala lanjutan seperti panas tinggi lebih dari 38o C, sesak nafas, nafas pendek, sakit kepala, kaku otot, nafsu makan berkurang, lesu, dan diare, maka orang tersebut positif kena SARS. “Namun hingga saat ini belum ada,” katanya.

Antisipasi agar petugas bandara tidak terjangkit SARS pun dilakukan. Kepada petugas diberikan masker. Ada dua jenis yang diberikan. Pertama jenis biasa yang dibeli di apotik sejumlah lebih dari 300. Kedua jenis N95 yang sesuai dengan standar organisasi kesehatan dunia (WHO) sebanyak 150. Masker terakhir ini, menurut Kepala Cabang PT Persero Angkasa Pura I IGM Dhordy diberikan oleh Departemen Kesehatan.

Untuk memudahkan koordinasi antisipasi, menurut Dhordy, bandara Ngurah Rai telah membentuk Tim Terpadu Antisipasi SARS yang terdiri dari Dinas Kesehatan Bali, Kantor Bea dan Cukai Bandara Ngurah Rai, Kantor Imigrasi Bandara Ngurah Rai, dan Seksi Karantina Kesehatan Bandara Ngurah Rai. “Tim ini akan mengkoordinasikan seluruh hal berkenaan dengan antisipasi SARS di Bali,” kata Dhordy.

Di sisi lain, Kepala Cabang Imigrasi Bandara Ngurah Rai I Gede Widiartha mengatakan akan mendeportasi warga negara asing (WNA) yang datang ke Bali dan positif terkena SARS. Hal tersebut menurut Widiartah dibenarkan oleh Undang-undang No 9/1992 bahwa pemerintah Indonesia dapat mendeportasi WNA yang dianggap membahayakan negara dan positif mendeita penyakit menular.

Menurutnya, hal tersebut sebagai bentuk ketegasan pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran SARS. Namun menurutnya, deportasi memang jalan terakhir. Langkah awal yang bisa dilakukan adalah dengan isolasi, karantina, dan dibawa ke rumah sakit. “Tapi lebih baik kalau dideportasi sebab itu adalah sikap yang tegas dan konkrit,” tegasnya. Lebih jauh, lanjut Widiartha, deportasi ini dilakukan menggunakan pesawat yang sama. Sedangkan penumpang lain dalam satu pesawat, yang bisa jadi tertular SARS harus diperiksa kesehatannya secara khusus. “Ini untuk melindungi Bali khususnya dan Indonesia secara umum,” ujarnya.

Hingga Jumat siang tadi belum ada pengaruh signifikan adanya isu SARS terhadap jumlah penumpang di bandara Ngurah Rai. Menurut Dhordy, jumlah penumpang di Bali masih berkisar 4000 orang per hari. “Masih wajarlah,” ujarnya di sela-sela sidak.

Beredarnya kabar bahwa dua warga Hongkong terkena SARS di Bali pun membuat petugas Karantina Kesehatan Ngurah Rai panik. Lihat saja apa yang terjadi pada Kamis di ruang Karantina Kesehatan Bandara Ngurah Rai. Sore itu datang petugas yang mengaku dari Badan Intelijen Negara (BIN) bernama Imam Bohari (bukan Buhari :anton:). Kepada dua petugas seksi Karantina yaitu Ni Made Kartini dan Ni Made Supurni, Imam menanyakan kebenaran berita tentang adanya dua penumpang Cathay Pasific CX 785 Hongkong-Denpasar yang terkena SARS dan sudah dibawa ke RS Sanglah.

Setelah dicek, kedua petugas mengatakan tidak ada penumpang yang terkena SARS. Petugas BIN ngotot ada. “Saya mendapat informasi dari kawan di Polda Bali dan dia sudah menunggu di RS Sanglah,” kata Imam Bohari. Kedua petugas Karantina pun ngotot bahwa tidak ada. Mereka masih sibuk telepon ke dokter bandara yang sore itu belum datang. Eh, tiba-tiba datang petugas dari JAS, salah satu perusahaan pelayanan jasa penerbangan yang berkantor di daerah bandara juga.

Petugas JAS tersebut menanyakan kebenaran berita seperti yang ditanyakan Imam. Kedua petugas terlihat panik. Mereka lalu menelpon ke dokter bandara Sofia Rita yang hingga sore itu belum juga nongol. “Apakah tidak ada koordinasi dengan RS Sanglah, Bu?” tanya Imam. Kedua petugas itu mengaku tidak tahu. Dia sudah bertanya ke RS Sanglah dan ke dokter bandara.

Selain itu, terlihat para petugas Imigrasi Bandara Ngurah Rai pun mengenakan masker. Sedangkan, Ni Made Supurni yang Kamis sore itu bertugas menggunakan cara lain: mengoleskan cuka putih di bawah hidung. Di mejanya ada cuka dalam mangkok yang sesekali disentuhnya dengan telunjuk lalu dioleskan di bawah hidung. “Saya di-SMS teman. Katanya bisa mencegah kena SARS,” kata perawat yang bertugas sejak lima tahun lalu ini.

Comments are closed.