Mudahnya Masuk Negeri Belanda

5 , , , , Permalink 0

Yes. Akhirnya kami sampai juga di Belanda Sabtu pagi sekitar pukul 9 waktu Belanda. Setelah terbang selama sekitar 14 jam, termasuk transit dua jam di Kuala Lumpur, Malaysia, pesawat Malaysia Airlines kami mendarat di Bandara Schipol, Belanda.

Ada 18 orang dalam rombongan ini. Kami semua anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang akan mengikuti kursus new media di Hilversum, Belanda. Kursus di Radio Nederland Training Centre (RNTC) ini diadakan oleh AJI Jakarta dan Neso Indonesia.

Begitu sampai negeri kincir angin ini hal pertama yang muncul di pikiranku adalah, ternyata masuk Belanda tak sesusah yang kukira.

Bayangan susahnya masuk Belanda itu memang sudah ada di kepala kami saat pembekalan calon peserta di kantor Neso Indonesia di Jakarta Rabu, 21 April lalu. Pada pembekalan itu selain informasi tentang pendidikan di Belanda, kami juga mendapat informasi hal-hal kecil tentang proses masuk di Belanda seperti visa, asuransi, surat undangan dari panitia, dan lain-lain.

Stephen Widjaja, Alumni Officer Neso Indonesia juga memberi saran-saran yang bagi sebagian orang terlihat sepele. Misalnya tentang penggunaan sepatu kets dan kaus kaki putih. “Ada unspoken rule bahwa orang kuliah tidak boleh pakai sepatu kets atau kaus kaki putih,” kata Stephen.

Informasi sepele itu melengkapi informasi lain seperti sebaiknya tidak bercanda ketika antri di imigrasi dan tidak boleh bawa barang-barang terbuat dari daging atau tumbuhan. Karena info seperti ini, peserta dari Pekanbaru Riau ngotot bertanya. “Masak tidak boleh bawa rendang ke sana?” dia tanya berkali-kali. Karena dia terus saja bertanya soal rendang itu, kami jadi bertanya padanya. Walah, ternyata dia terus bertanya soal rendang karena dia bawa buanyak rendang untuk makan selama di Belanda.

Karena informasi dari Stephen itu, aku juga mikir sepertinya akan susah masuk Belanda. Aku jadi ingat ketika masuk Inggris pada 2003. Saat itu kami harus melewati antrian ratusan meter dan pemeriksaan ketat dari petugas imigrasi. Aku bayangkan, pemeriksaan di Bandara Schipol akan lebih ketat dibanding saat itu.

Aku bayangkan petugas imigrasi dan bandara di Schipol akan menginterogasi kami satu per satu layaknya polisi di Indonesia. Lalu mereka akan membongkar isi tas punggung ataupun bagasi yang kami bawa.

But, itu bayangan yang terlalu jauh dari kenyataan. Sabtu pagi ketika tiba di Schipol, kami hanya perlu sekitar 30 menit untuk mengambil bagasi. Setelah itu kami antri dalam sekitar delapan baris. Panjang tiap barisan tak lebih dari 10 meter. Aku pikir itu hanya pemeriksaan keluar bandara biasa, bukan pemeriksaan imigrasi.

Petugas dalam ruangan kecil itu hanya memeriksa pasport kami beserta surat undangan dan asuransi. Sebelum aku sudah ada Imung Yuniardi, teman dari Semarang yang diperiksa lebih lama.

“How many people in your group?” tanyanya padaku ketika aku kasih pasport dan lain-lain ke dia.

“Eighteen,” jawabku singkat.

Dia mengembalikan pasporku setelah memeriksa dan memberikan stempel. Sudah. Tak sampai lima menit pemeriksaan selesai. Karena cepatnya inilah aku pikir akan ada pemeriksaan lain lagi. Aku sudah siap-siap akan ada pemeriksaan lagi.

Tapi, ternyata, tak ada lagi. Pemeriksaan tadi itu ya pemeriksaan imigrasi. Maka kami keluar bandara dan merasakan dinginnya udara Belanda. Masuk negeri ini ternyata tak seribet yang aku kira..

5 Comments
  • wirama
    April 29, 2010

    wah kopdar selanjutnya mesti ada oleh-oleh dari belanda nih..

  • luhde
    April 29, 2010

    so, kenapa ga boleh kuliah pake kets dan kaos kaki putih?

  • ratna
    May 2, 2010

    yay. ada gue 😀

  • tukang ojeg
    May 2, 2010

    dan…..ditunggu oleh2nya 😀

  • didut
    May 4, 2010

    pertanyaanku juga hihihi~

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *