Misteri Rammang-Rammang yang Perlu Sentuhan

0 , , Permalink 0

rammang-rammang

Kunjungan sebentar ke Makassar memberi kejutan.

Tidak hanya Anugerah Komunikasi Indonesia (AKI) untuk Sloka Institute, alasan utama ke kota tersebut, tapi juga misteri dan keindahan alam yang tersembunyi, Rammang-Rammang.

Sampai ketika tiba di sana Rabu pagi sekitar pukul 10 WITA, aku belum tahu ke mana tujuan perjalanan. Di dalam jadwal yang sudah dikirim panitia sejak sekitar dua minggu sebelumnya hanya disebutkan Tour Kota Makassar.

Jadi, aku pikir jalan-jalannya ya seputar Kota Makassar saja. Eh, ternyata panitia yang menjemput di bandara bilang kalau jalan-jalannya ke Rammang-Rammang.

Dari bandara, kami pun menuju ke sana.

Perlu waktu sekitar 1 jam dari Bandara Sultan Hasanuddin ke Rammang-Rammang. Lokasi mereka di kabupaten yang sama, Maros, Sulawesi Selatan. Jalanan relatif mulus dan lancar kecuali di dua tempat yang sedang dalam proses pembangunan.

Rammang-Rammang sebenarnya lokasi yang sering aku lewati kalau lagi ke Sulawesi Selatan. Terakhir awal tahun lalu pas ke Luwu Utara. Tapi, tak sekali pun aku pernah mampir ke lokasi yang lagi ngehits ini.

Rammang-Rammang katanya lagi naik daun. Media sosial mempopulerkan tempat ini. Dari semula hanya dilalui begitu saja, kini dia menjadi tujuan wisata. Begitu pula aku kali ini.

Secara administratif, Rammang-Rammang masuk wilayah Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa. Persis di pinggir jalan Trans Sulawesi. Sangat mudah menjangkaunya. Dari jalan Trans Sulawesi hanya sekitar 100 meter ke arah pegunungan.

Keindahan tempat ini, menurutku, ada pada sungai dan pegunungan batu kapur (karst) yang mengelilinginya. Aku belum pernah menemukan tempat serupa, sungai dengan air jernih dikelilingi batu-batu karst.

Batu-batu serupa megalit menyambut mata ketika kami baru tiba di dermaga. Pemandangannya memadukan sungai, air jernih, batu-batu megalit, dan pegunungan karst di belakangnya. Cakep!

di-bawah-goa-rammang-rammang

Tapi, itu baru permulaan indahnya Rammang-Rammang.

Untuk menikmati Rammang-Rammang, kami harus naik jukung bermesin. Bayar perahunya Rp 200 ribu dengan lama sewa sekitar 1-2 jam. Dalam satu jukung bisa ada 3-4 orang.

Dengan naik perahu itu, kami menelusuri sungai jernih selama sekitar 30 menit. Dari dermaga, kami menuju desa ke arah hulu sungai. Jukung kecil kami meliuk-liuk melawan arus.

Pemandangan sepanjang sungai, menurutku sih, cakep. Di kanan kiri sungai selebar kira-kira 6-10 meter itu berderet-deret aneka pohon, termasuk sejenis pandan, bakau, dan aneka tanaman pesisir lain.

Di antara perjalanan, kami juga melewati lubang-lubang goa yang tembus di atas sungai. Batu-batu runcing, serupa stalaktit dan stalakmit, juga terlihat. Aku merasa seperti masuk mulut besar raksasa lengkap dengan gigi-gigi besar dan tajamnya.

Sebenarnya ada juga beberapa titik menarik, seperti Telaga Bidadari dan Goa Kelelawar. Sayangnya, kami tak sempat mampir. Sadar dirilah. Waktu kami cuma setengah hari di sini. Apalagi aku juga datang telat.

Di ujung dermaga, kami pun tiba di Kampung Berua. Tempat ini dikelilingi pegunungan karst. Di tengahnya ada hamparan sawah dan tambak berisi air jernih.

Terasa sekali aura misteri di sini. Agak mistis.

Di sini sudah ada tempat santai berupa warung. Ada juga musholla. Jadi, bagus untuk tempat istirahat atau bertaubat. Hehehe..

Sebagai sebuah tempat wisata baru, Rammang-Rammang ini punya potensi bagus untuk dikembangkan. Apalagi, menurut beberapa sumber, dia masuk kawasan pegunungan karst terbesar di dunia.

Namun, masih banyak catatan. Tempat ini belum terlalu ditata. Baru masuk dermaga sudah kelihatan agak kumuh. Sepanjang sungai juga kadang-kadang masih ada sampah.

Di Kampung Berua mulai ada beberapa bangunan baru. Jika tidak ditata, aku yakin akan lebih banyak orang membangun seenak udelnya yang justru akan merusak keindahan dan aura mistisnya.

Lebih parah lagi, ketika baru sampai kawasan sini aku melihat pengerukan bukit untuk membangun pabrik semen milik perusahaan Bosowa. Pembangunan pabrik semen di bukit-bukit itu mengirim sinyal bahaya di depan mata.

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *