Mengenalkan Internet ke Petani Muda Ekuador

0 , , , , Permalink 0

Gadis muda bernama Cinthya Castro Jama itu sungguh berbeda.

Meskipun paling muda di antara 14 peserta lainnya, gadis berusia 12 tahun itu terlihat antusias. Dia mengikuti seluruh bagian selama pelatihan internet selama sehari Jumat pekan lalu di Esmeraldas, Ekuador.

Begitu pelatihan selesai sekitar pukul 5 sore, Cinthya bahkan langsung merapat ke Siska Simon Marrecau, pendamping pelatihan dari VECO Andino. Dia minta diajarkan lagi cara membuat email dan mengirimkannya.

Tak hanya Cinthya yang antusias. Kakaknya, Reynaldo Castro Jama pun serupa. Ketika sebagian peserta lain langsung pulang setelah selesai pelatihan, Reynaldo justru mendekat. Dia belajar membuat akun Facebook, termasuk memasang foto profilnya.

Begitu berhasil, dia kemudian memasukkan status pertamanya di akun media sosial pertemanan tersebut.. Que lindo dia que pace ohidia. Artinya, betapa indahnya hari ini.

“Senang sekali saya bisa belajar Internet hari ini termasuk membuat email dan akun Facebook,” kata Reynaldo. Cinthya juga mengatakan hal sama.

Dua kakak beradik tersebut merupakan dua dari 14 peserta pelatihan Internet dan media sosial yang kami adakan di Atacames, Provinsi Esmeraldas, Ekuador. Bersama ayahnya, Olmedo Castro Jama, mereka berangkat dari rumahnya di Muisne, sekitar 2 jam dari Atacamaes.

Hari itu mereka tak sekolah demi ikut pelatihan Internet. Sehari-hari, Cinthya dan Reynaldo juga membantu ayahnya yang petani kakao, seperti umumnya warga di Muisne dan Atacames.

Selama sekitar sembilan jam, peserta yang semuanya petani belajar tentang Internet dan media sosial. Selain saya dan Siska, dua pemandu lain pelatihan tersebut adalah Claudia van Gool dan Audrey Claeys, staf VECO Andino.

Ini pengalaman saya pertama kali memberikan pelatihan Internet di luar negeri. Di Indonesia, saya beberapa kali memberikan pelatihan serupa sejak 2007 lalu di Bali, Jawa, Flores, Sulawesi, dan Sumatera. Tapi, belum pernah sama sekali di luar negeri.

Biasanya pelatihan Internet itu saya lakukan bersama beberapa komunitas atau lembaga. Misalnya dengan Bali Blogger Community (BBC), Sloka Institute, atau VECO Indonesia. Mereka adalah komunitas dan lembaga tempat saya bekerja.

Pelatihan di Ekuador kali ini merupakan kegiatan VECO Andino. Bersama VECO Indonesia, dia merupakan bagian dari Vredeseilanden, lembaga donor yang mendukung pertanian berkelanjutan dan berkantor pusat di Leuven, Belgia.

Saya ke Ekuador dan Peru karena diminta kantor pusat Vredeseilanden untuk berbagi pengalaman tentang komunikasi dan publikasi. Salah satunya tentang Internet dan media sosial.

Materi pelatihan kami standar. Kami memulai dengan pengenalan tentang apa itu Internet. Mereka belajar tentang mesin pencari yang maha tahu bernama Google. Di sana mereka mencari informasi, foto, atau video tentang topik yang mereka ingin tahu.

Dari Google mereka bisa menemukan, misalnya, informasi harga kakao Ekuador atau daerah yang mereka ingin tahu, Bali dan Indonesia. Senang sekali melihat antusiasme dan tawa mereka ketika mereka juga menemukan foto dan video tentang daerah mereka sendiri di Internet.

Setelah itu hingga jam makan siang, kami menyelesaikan sesi tentang pembuatan email.

Usai makan siang, kami melanjutkannya dengan media sosial. Sayangnya tak banyak waktu, hanya sekitar dua jam. Karena itu tak ada praktik. Saya hanya berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang media sosial di Indonesia.

Ternyata banyak informasi tentang media sosial yang untuk pertama kali baru mereka ketahui. Misal, besarnya pengguna media sosial di dunia dan dampaknya terhadap komunikasi di dunia.

Secara umum, saya lihat memang anak-anak muda di sini masih belum terlalu melek teknologi informasi. Ponsel pintar (smartphone) masih jadi barang langka. Tak banyak yang menggunakannya. Rata-rata ponsel mereka masih jadul untuk ukuran anak muda di Indonesia.

Internet juga masih jadi barang susah dan mahal. Untuk berlangganan Internet prosesnya agak ribet, termasuk di ponsel sekali pun. Semua prosesnya serupa pendaftaran pascabayar di Indonesia. Kalau di Indonesia kan gampang. Tinggal beli kartu baru, beli paket, dan wusss!, Internet bisa dipakai dengan segera.

Tarif Internet untuk ponsel di Ekuador kira-kira $ 60 atau Rp 600 ribu per bulan. Bandingkan dengan Indonesia, misalnya yang saya pakai sehari-hari di ponsel, antara Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu tiap bulan untuk kuota tanpa batas. Malah ada pula yang hanya Rp 10 ribu atau Rp 25 ribu per bulan.

Karena itu wajar jika Internet dan media sosial belum menjamur di Ekuador, tak seperti di Indonesia. Maka, jangan pula berbincang tentang komunitas netizen atau gerakan sosial berbasis Internet seperti halnya di Nusantara sana. Di sini – semoga saya tidak salah – masih jauh. Beda sekali dibandingkan Indonesia.

Semoga setelah ini, Ekuador mendapatkan ponsel dan Internet yang lebih murah dan terjangkau. Agar Cinthya dan Reynaldo bisa melihat dunia lebih luas lagi dari genggaman tangannya.

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *