Kartun Made in Bali

2 No tags Permalink 0

Doraemon, Pokemon, Aladin, dan beberapa kartun lain sebagian dibuat di Bali. Terancam karena komputerisasi.

Dua cowok dan satu cewek sedang berjalan menyeberang jalan. Tiba-tiba datang seseorang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Tukang kebut itu hampir menabrak dua orang diantara penyeberang jalan. Untunglah tidak sampai kena karena dia cepat membelokkan motor. Namun, brak!, tukang kebut itu menabrak mobil hingga terpelanting ke tanah, terkapar.

Adegan itu bukan nyata. Pelakunya hanya kartun. Dan, setelah peristiwa itu muncul tulisan “Kecerobohan Bisa Berakibat Fatal”. Iklan layanan mayarakat itu hasil kerjasama Bali TV dan PT Marsa Juwita Indah (MJI). Iklan berdurasi 30 detik itu adalah karya pertama PT MJI yang diproduksi sendiri dari penentuan tema, penggambaran, hingga rekaman. Namun adegan itu kemudian menarik perusahaan makanan anak di Surabaya untuk memesan iklan produknya di PT MJI. Jadilah dua merk produksi perusahaan tersebut dibuat PT MJI dalam bentuk kartun.

“Harapan kami akhirnya kesampaian,” kata Direktur Utama PT MJI I Ketut Arthayasa. Membuat animasi dari awal hingga penayangannya bagi Ketut memang jadi tantangan tersendiri. Karena selama ini perusahaannya “hanya” mengerjakan sebagian dari seluruh film animasi. Namun, jangan salah, produksinya tidak main-main.

Siapa sangka, film animasi semacam Pokemon, Doraemon, dan Detektif Conan ternyata mereka yang buat. Animasi tersebut mereka bikin untuk dikirim ke distributor animasi di Jepang untuk kemudian dikirim kembali ke seluruh dunia termasuk Indonesia ketika sudah jadi bentuk sebuah film. Jadi, dari Bali ke Jepang untuk dunia.

Ikhwal ini berawal dari kedatangan seorang warga Jepang ke Indonesia pada 1989. Miss Bata namanya. Ketika di Bali dia melihat belum ada perusahaan animasi di Bali. Padahal, menurutnya, lukisan orang Bali bagus-bagus. Kebetulan Miss Bata punya kenalan warga Jepang yang sudah tinggal di Indonesia bernama I Nyoman Buleleng. Orang ini pun suka dengan animasi.

Oleh Miss Bata diajaklah Nyoman Buleleng untuk mendirikan perusahaan animasi ini. Maka pada 1989, berdirilah PT Marsa Jaya Indonesia (sebelum berganti nama pada 1993). Perusahaan ini bermitra dengan Marsa Co Ltd di Jepang yang menyalurkan karya-karya animasi untuk dijadikan film. Selama dua tahun, Nyoman Buleleng dibantu karyawannya bertugas mewarnai gambar yang sudah dibuat di Jepang. Setelah itu, Nyoman Buleleng dan karyawannya bertambah tugas untuk membuat gerak antara dan menggambar background.

Satu per satu, karya animasi pun dihasilkan dai perusahaan yang berkantor di Jl Trijata Denpsar ini. Antara lain ya itu tadi, Pokemon, Doraemon, Detektif Conan, dan berbagai film animasi lain yang mungkin asing di Indonesia seperti Plastik Little, Key The Metal Idol, Tekaman, MD Goist, dan Pogo Mario. Dalam hitungan Ketut Arthayasa, ada setidaknya 20 judul film. Sebagian besar film Jepang. Dari Walt Disney pernah ada seperti Aladdin, Little Mermaid, dan Jungle Book. “Saya tidak ingat satu per satu,” akunya. Salah satu yang masih diingat benar adalah Doraemon versi bioskop.

Proses pembuatan sebuah film animasi meliputi penyusunan skenario, story board (menjelaskan adegan per adegan), lay out (mengatur gambar-gambar), membuat gerak kunci atau dalam bahasa Jepang disebut genga, menggambar gerak antara (doga), mewarnai gambar (saishiki), dan membuat background. Nah, di PT Marsa Juwita Indah pekerjaan yang dilakukan meliputi menggambar background, misal bagaimana suasana ketika artis berbicara; mewarnai tokoh, misal warna mata ketika marah; dan membuat gerak antara, misal gambar kaki dari diangkat hingga turun di depan ketika berjalan.

Untuk film Jepang, rata-rata diperlukan 8-12 gambar tiap detiknya sedangkan film Walt Disney mencpai 24 gambar per detk. “Walt Disney memang lebih halus gerakannya jadi semakin banyak gambar,” kata Ketut. Untuk satu episode di TV, paling tidak butuh 3000-4000 gambar, sedangkan untuk video CD perlu 5000-an gambar, dan untuk film bioskop perlu sekitar 10.000 gambar. Dalam satu bulan yang bisa dihasilkan mencapai 10.000 gambar.

Adapun gambar cerita dan gambar kuncinya sudah ditentukan oleh perusahaan yang pesan. “Kami tinggal mengikuti apa yang mereka inginkan,” kata Ketut. Selesai membuat gambar yang dinginkan, PT MJI mengirim gambar tersebut kembali pada pemesan. “Setelah itu bukan urusan kami hingga jadi film,” tambahnya. Apa yang dilakukan di Bali ini hanya sekitar 20% dari proses pembuatan film secara keseluruhan. Namun mereka juga pernah membuat animasi hingga 50% ketika menggarap film Ramayana pada 1994.

Pada 1995, mereka pernah bekerja sama dengan Pusat Produksi Film Negara (PPFN) untuk mencoba menggaet penonton lokal, ternyata gagal. Hal ini karena tidak adanya pasar yang jelas, belum ada ide cerita yang kontinu, dan mahalnya biaya. Akhirnya mereka hanya mengadakan trainning. Mereka pun pernah mendirikan PT Jasia Indonesia di Jakarta untuk memproduksi kartun ini, namun gagal juga dengan alasan tidak jauh berbeda.

Untuk bekerja sama dengan agen di Jepang awalnya dengan Trans Art namun saat ini sudah tidak lagi. Saat ini hanya dengan Marsa Co Ltd dan Sunrise di Jepang. Kartun yang saat ini dibuat antara lain Inu Yasha (ditayangkan Indosiar tiap Minggu pagi), Stim Boy, Kiddy Grade, BPS #1, dan GAO #8.

Saat ini ada 20 kartunis di PT Marsa Juwita Indah. Kamis pekan ini, misalnya, dua puluh kartunis yang berumur 20-an itu sedang menggambar kartun-kartun sesuai tugasnya. Tempat menggambar ini ada di lantai tiga gedung PT MJI. Mereka mendapat satu meja per satu orang. Di tiap meja, yang bersekat dengan kartunis yang lain itu terdapat beberapa instruksi dalam bahasa Jepang. “Mereka sudah biasa dengan bahasan Jepang jadi sudah ngerti,” kata Ketut. Para kartunis itu duduk bersebelahan. Ada yang mejanya menempel tembok ada juga yang sekalgus jadi sekat ruangan. Di tiap meja terdapat berbagai gambar yang pernah mereka bikin juga perlatan menggambar.

Sebagian besar kartunis tersebut lulusan SMU atau Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Sukawati, Gianyar. Hanya satu dua yang lulusan universitas atau sekolah tinggi. I Gusti Putu Puriana misalnya setelah lulus SMA 1 Selemadeg Tabanan pada 1996, hingga saat ini dia bekerja di PT MJI. “Saya memang suka menggambar kartun,” akunya.

Mulyono, kartunis lainnya pun mengaku belajar kartun secara otodidak. Sudah sepuluh tahun, bapak dua anak ini bekerja di PT MJI. Pertama kali dia mengenal kartun sejak masih SMP. Toh, kadang-kadang kesulitan itu muncul juga ketika menggambar. “Kita harus menggunakan imajinasi untuk bisa menggambar gambar antara itu. Kalau nggak pinter imajinasinya ya susah,” katanya.

Pesaing yang mereka antara lain dari Korea Selatan. Kartun-kartun Korsel jadi ancaman serius karena secara geografis mereka lebih dekat dengan Jepang. Jadi waktu pengiriman juga lebih cepat dan bisa sesuai dengan jadwal. Toh, PT MJI tetap saja dicari. “Mereka bilang karena kualitas kami memang bisa diandalkan,” kata Ketut. Sedangkan dari dalam negeri nama-nama pesaing tersebut antara lain Asian Wang Studio Jakarta dan Red Rocket Bandung.

Hingga saat ini mereka tidak mau mengorder langsung pada rumah produksi semisal Walt Disney, namun tetap saja lewat PT Marsa Co LTd. Hal itu, menurut Ketut, untuk menghormati ikatan kontrak dengan Marsa.

Masalah uang dia tidak mau berterus terang. Namun ada sedikit gambaran. Untuk mengerjakan sebuah iklan berdurasi 15 detik dengan sekitar 150 gambar mereka mendapatkan Rp 15 juta. Mulyono dan Puriana yang ditanya gaji pun tidak mau memberikan keterangan. Yang jelas, selain gaji tetap sesuai UMR, mereka pun mendapatkan uang untuk setiap gambar.

Kini persoalan yang dihadapi PT MJI adalah maslah komputerisasi. November tahun lalu PT MJI sudah mem-PHK 13 karyawan tukang pewarna gambar (saishiki) karena memang sudah tidak diperlukan dari agen di Jepang. “Mereka sekarang menggunakan komputer,” kata Ketut.

Nyoman Suwarsa slah satu korbannya. Kini dia hanya jadi tukang jaga kantor di kantor itu. “Saya kadung suka dengan suasana kerja di sini solanya,” kata bujangan berumur 30-an tahun ini.

2 Comments
  • made
    September 24, 2008

    adsense nya mana…kok ngak di isi bli?

  • Tegar Ariprabowo
    November 23, 2008

    Hi pak, salam kenal. Saya Ega dari Surabaya.

    Mohon maaf mau tanya…
    Bagaimana kabar PT MJI sekarang? Hasil searching menuju ke tahun 2003 kebanyakan. Mohon bantuannya.. Karena saya suka animasi. Trims

    NB: Mohon balas via email. Trims.