Hantu Blok M dalam Sejarah Tempo

12 No tags Permalink 0

Kesimpulan yang langsung muncul di otakku setelah baca buku ini adalah: membaca buku ini sama dengan bercinta. Bagian paling enak (orgasme) ada di akhir. Begitu pula buku ini.

Setelah membaca delapan bab ditambah Prolog dan Pengantar, aku merasa bagian paling enak dari buku ini ternyata ada di Bab 9. Bab berjudul Hantu Belau ini menampilkan fakta yang belum pernah aku tahu sebelumnya dari mana pun. Bahwa pernah ada hantu bernama Blok M dalam sejarah majalah ikon kebebasan pers di Indonesia ini.

Blok M adalah gerakan bawah tanah dalam arti sesungguhnya. Dia mirip hantu. Misterius. Bahkan di antara sesama aktivisnya saja tidak tahu di mana makhluk bernama Blok M yang memang kamuflase dengan meminjam nama sebuah kawasan padat di pusat Jakarta tersebut.

Meski buku ini menceritakan pergulatan Tempo secara detail, namun fakta-fakta yang ada di buku ini bukan hal baru. Setidaknya bagiku. Aku sudah pernah membaca cerita yang sama di tulisannya Coen Husein Pontoh yang diterbitkan Pantau Agustus 2001. Tulisan Coen itu masuk pula di buku Jurnalisme Sastrawai, Antologi Liputan Mendalam dan Memikat yang juga diterbitkan Pantau.

Tapi cerita soal hantu belau itu benar-benar baru bagiku. Mungkin juga bagi sebagian besar pembaca buku ini.

Lahirnya Blok M berawal dari dibredelnya Tempo pada 21 Juni 1994. Breidel ini tidak jelas-jelas amat penyebabnya. Tapi banyak orang yakin bahwa Menteri Penerangan berambut klimis, Harmoko, mencabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) Tempo karena laporan majalah ini tentang impor kapal perang dari Jerman. Laporan ini dianggap membahayakan “stabilitas negara” dan tidak Pancasial, eh, Pancasilais.

Laporan utama yang membahas keberatan pihak militer terhadap impor oleh Menristek BJ Habibie itu pun hanya semacam pemantik. Di belakangnya sudah tersimpan banyak latar pertarungan politik antara kelompok Islam dan militer. Ini cerita usang yang terus berulang. Tempo, menurutku, hanya tumbal di antara pertentangan ini.

Bredel terhadap Tempo melahirkan aktivis-aktivis baru, termasuk Geonawan Mohamad sendiri.

Selama bertahun-tahun, Goenawan mengalah dengan bekerja sama dengan pemerintah, semata-mata agar majalahnya tetap terbit – tapi pembredelan Tempo mengubah segalanya. Setelah 21 Juni 1994, ia tak perlu lagi berkompromi, tak perlu lagi ambigu. Hanya dalam beberapa bulan setelah pembredelan itu, intel pemerintah mencap Geonawan Mohamad sebagai “ orang yang paling berbahaya di Indonesia”. (Halaman 215)

Dan, hantu belau itu memang berpusat pada sosok GM, panggilan akrab Goenawan Mohamad.

Bersama sejumlah aktivis Aliansi Jurnalis Independen (AJI), mantan wartawan Tempo, dan intelektual, Goenawan mendirikan Institut Studi Arus Informasi (ISAI) pada Januari 1995. AJI adalah organisasi wartawan yang lahir akibat pembredelan Tempo. Sekompok wartawan kecewa pada sikap Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang “memahami” pembredelan Tempo, Editor, dan Detik. Mereka kemudian mendirikan AJI. Lebih dari itu, AJI lahir juga untuk menolak penunggalan organisasi wartawan oleh PWI.

ISAI berkantor di Jl Utan Kayu 68H, Jakarta Timur. Dari kantor di tepi jalan padat inilah Blok M digerakkan. GM mengajak tiga aktivis muda yaitu Andreas Harsono, Yoseph Adi Prasetyo, dan Irawan Saptono. Ketiganya aktivis sejak mahasiswa di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Aku tidak tahu banyak tentang Irawan kecuali bahwa dia bekerja di Pantau saat ini. Andreas dan Adi Prasetya alias Stanley, adalah seniorku di AJI. Andreas mendirikan dan mengurusi Pantau hingga saat ini sedangkan Stanley jadi anggota Komnas HAM.

Di atas kertas, ISAI jadi semacam lembaga pendidikan jurnalistik sembari menyebarkan nilai-nilai kebebasan informasi. Mereka membuat pelatihan jurnalistik, penghargaan media kampus, kampanye anti-amplop, dan seterusnya. Tapi di bawah tanah, mereka menggerakkan sindikasi berita alternatif. Inilah jantung dari hantu belau tadi.

Berita-berita bawah tanah itu dikoordinir oleh Irawan. Dia mengorganisir layanan berita internet juga melayani kegiatan wartawan dan aktivis dalam sebuah jaringan rahasia. Dia bertugas mengatur nama palsu, menyiapkan tempat persembunyian, dan menulis laporan untuk disebarkan ke internet.

Pada masa itu, internet masih sesuatu yang baru. Makanya pemerintah yang gaptek itu ya tidak terlalu sadar dengan kekuatan ini. Padahal Blok M mengelola enam layanan berita bawah tanah ini. Semula ada Pipa untuk berita umum dan Bursa untuk berita ekonomi. Namun keduanya lalu ditutup karena dianggap kurang aman.

Blok M lalu menyediakan layanan baru bernama SiaR untuk berita umum, Istiqlal untuk opini, Matebeam untuk berita dari Timor Timur, Mambramo untuk berita dari Papua, Meunasah untuk berita dari Aceh, TNI Watch untuk berita tentang TNI, dan Goro-Goro tentang lelucon politik.

Selain itu, Blok M juga menerbitkan media cetak yaitu X-Pose dan Bergerak!. Media yang terakhir itu meski diproduksi oleh aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD), namun sebenarnya dicetak oleh ISAI.

PRD dan AJI memang kemudian jadi topeng Blok M. Tidak ada yang curiga, kecuali Kopassus, bahwa sindikasi dan dua media advokasi tersebut diterbitkan Blok M. Malah PRD dan AJI, dua organisasi momok bagi Orde Baru, yang diduga di belakang itu semua.

Tidak hanya pemerintah yang tidak tahu, bahkan di kalangan mantan wartawan Tempo dan aktivis AJI pun banyak yang tidak tahu tentang gerakan bawah tanah Blok M ini. Begitu pula aku. Maka, terima kasih pada Janet Steele yang sudah menuliskannya di buku ini.

Sayangnya sih Janet, Associate Professor di The School of Media and Public Affair Universitas George Washington itu kurang membahas banyak soal Blok M ini. Padahal pasti akan sangat menarik kalau cerita gerakan bawah tanah ini diulas lebih detail. Misal, bagaimana strategi aktivisnya harus menghindari intel, apa dampak Blok M pada keterbukaan informasi atau malah sumbangannya untuk menjatuhkan Soeharto, dan seterusnya.

Ya, bisa jadi karena buku yang diterjemahkan dari Wars Within: A Story of Tempo, an Independent Magazine In Soeharto’s Indonesia ini memang menitikberatkan pada sejarah Tempo secara umum, bukan hanya pada satu bagian tertentu dari sejarah Tempo.

Toh, meski hanya satu bagian dari sembilan bab ditambah Pengantar, Prolog, dan Epilog, cerita tentang hantu belau itu sangat mengasikkan. Inilah bagian yang membuat orgasme itu tadi.

Identitas Buku
Judul : Wars Within: Pergulatan Tempo, Majalah Berita Sejak Zaman Orde Baru
Penulis : Janet Steele
Alih Bahasa : Arif Zulkifli
Penerbit : Dian Rakyat, Jakarta Agustus 2007
Tebal : xxiv + 302 halaman
Harga : Rp 49.000

12 Comments
  • Made
    December 16, 2007

    wah seru niy bukunya. Ati2 ngulas bukunya bang nanti blognya dibredel juga ato nanti dapat hak jawab lagi dari harmoko post, habibie post, militer post, anu post. Sate deh qeqeqe 🙂

  • didut
    December 16, 2007

    hmm..menarik, coba saya cari nanti 😀

  • imsuryawan
    December 17, 2007

    Wah, seru tuh ceritanya! wkwkwkwkw… (agak2 ga ngerti, tapi menarik juga 🙂 ).

  • asn
    December 17, 2007

    aduh bacaanya berat bgt, ga mudeng aku. maklum biasanya baca FHM dan Maxim. paling berat palingan majalah bog-bog hihi

  • wira
    December 17, 2007

    wah, berat nih 😀

    *permisi om, numpang lewat aja

  • antonemus
    December 17, 2007

    @ didut: memang bagus, bos. saking bagusnya aku selesaiin buku itu kurang dr seminggu. padahal belinya udah sebulan lalu. hehe..

    @ imsuryawan, asn, dan wira: iya nih. lama ga nulis yg berat2 kayak gini. jd silakan lewat saja. hehe. ntar aku bikin tulisan lain soal orgasme yg lbh enak dibaca. hehe..

  • antonemus
    December 19, 2007

    dari Janet via email.

    Dear Anton,

    Wah, terima kasih banyak atas resensi ini! Saya merasa sangat terpuji. 🙂

    salam hangat,

    Janet

    Janet Steele
    Associate Professor
    School of Media and Public Affairs
    George Washington University
    Washington, DC 20052
    202-994-2004

  • antonemus
    December 19, 2007

    Komentar dari Andreas Harsono. Selesai nulis posting ini, aku memang kirim email via japri agar dia membacanya. Kadang2, kami memang kontak via email.

    Tulisan ini menambahi saja.

    Dear Anton,

    Aku sudah baca resensi kamu terhadap buku Janet Steele. Aku tembuskan surat ini kepada Janet. Dia pasti senang bila mengetahui buku itu, yang versi Indonesia, diresensi sekali lagi.

    Soal unit “Blok M” dalam operasi ISAI, Goenawan Mohamad membagi unit Gerakan bawah tanah itu dalam dua divisi: internet oleh Stanley dan cetak oleh Santoso. Irawan Saptono sekarang direktur ISAI, menggantikan Stanley yang masuk Komnas HAM. Santoso adalah direktur radio 68H.

    Istilah “Blok M” adalah nama sandi untuk kantor dari divisi internet, yang sering dipakai oleh divisi cetak juga. Mulanya terletak di Jl. Cikini Raya,
    lalu pindah ke Slipi. Santoso menjalankan percetakan bawah tanah untuk mencetak X Pos dan lain-lain. Ini juga sangat sulit mengingat polisi
    selalu mencari siapa yang mencetak buletin-buletin tersebut.

    Nama “Blok M” usulan Goenawan. Dulu masih zaman Starco dan kami semua tahu Starco disadap intel. Maka diciptakanlah nama “Blok M” sehingga kalau titip pesan tak mudah diketahui. “Kita ketemu di Blok M pukul 17:00.” Artinya, ya rapat pukul 17:00.

    Membaca resensi Anda membangkitkan banyak kenangan lama zaman susah dulu. Sekarang saya kira tantangannya lebih kompleks. Sensor masih kuat lewat self-censorship. Penguasa masih menguasai informasi dan semua media kita masih menjalankan cara-cara lama.

    Kalau membaca posting-posting aneh di mailing list AJI, saya juga takjub, kok bisa bergeser begitu jauh organisasi ini dari idealismenya. Saya juga
    selalu heran bila tahu ada anggota-anggota AJI yang nggak keruan mutunya. Tapi ini ritual hampir setiap organisasi massa. Terima kasih.


    Andreas Harsono
    Pantau
    Jalan Raya Kebayoran Lama 18 CD
    Jakarta 12220
    Tel. +62 21 7221031 Fax. +62 21 7221055
    Website http://www.pantau.or.id
    Weblog http://www.andreasharsono.blogspot.com

  • yacobyahya
    December 20, 2007

    Jadi tergugah pengen baca…

  • brokencode
    December 21, 2007

    kasian si mantan2 aktipis, namanya jd dipublis. gimana kalo masih ada yg nyimpen dendam kesumat. untunglah saya orang yang biasa2 sadja.

  • dhanis
    June 24, 2008

    Hmm.. keren tuh bukunya. Ntar aku cari deh. Thanks yah buat infonya.. 🙂

  • rahma
    July 7, 2010

    tak kirain hantu2 gaib semacam ntu.. Ternyata.. Tapi sepertinya menarik..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *