Habis Menjabat Terbitlah Buku

0 No tags Permalink 0

Selesai menjabat sebagai Kepala Polisi Daerah (Kaolda) Bali, Irjen Pol Budi Setiawan akan mengeluarkan buku tentang bom Bali.

“Tidak ada pesta yang tidak bubar. Tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan,” kata Irjen Pol Budi Setiawan Senin pekan ini di Mapolda Bali Denpasar. Demikian halnya dengan tugasnya di Bali. Sejak 25 April lalu pria kelahiran Purwokerto itu pun harus mengakhiri tugasnya sebagai Kapolda Bali. Selanjutnya, Budi Setiawan akan menjabat sebagai Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan Polri di Lembang Jawa Barat. Sedangkan sebagai gantinya, Irjen Pol Made Mangku Pastika akan menjabat sebagai Kapolda Bali.

Menjabat sebagai Kapolda Bali sejak Oktober 2001 lalu, Budi Setiawan mengaku kasus bom Bali memberikan kesan tersendiri baginya. Maka, kesan-kesan itu akan disampaikannya dalam sebuah buku. Judulnya: Tragedi Bom Bali dengan sub judul Kupenuhi Janjiku pada Bangsa dan Negara. Buku tentang Budi Setiawan tersebut hingga saat ini masih dalam penyusunan oleh Muhammad Ismail, mantan wartawan Suara Merdeka yang kini jadi Direktur Utama PT Panca Mitra Setia, perusahaan yang menangani masalah public relation. Ismail teman lama Setiawan ketika dia menjabat sebagai Direktur Bimas Agama Budha pada 1994.

Buku itu terdiri dari 11 bab dengan jumlah halaman sekitar 300. Menurut Muhammad Ismail, meski menjadi semacam biografi, buku itu sebagian besar adalah tentang bagaimana kasus bom Bali dilihat dari sudut pandang Budi Setiawan. Dua bab pertama misalnya menceritakan tentang hari-hari awal terjadinya bom Bali. Bab I dengan judul Menabur Do’a Menuai Bahagia menceritakan apa yang dilakukan Budi Setiawan menjelang ledakan bom pada 12 Oktober 2002 lalu di Jl Legian Kuta Bali. Sedangkan Bab II berjudul Bali Berduka Menetes Air Mata Dunia mencveritakan bagaimana suasana kalut Budi Setiawan setelah ledakan terjadi.

Sejumlah kejadian “aneh” terkait kasus bom Bali seperti diceritakan Budi Setiawan kepada wartawan pun ada di buku itu. Sebelum bom meledak, misalnya, Kapolda Bali tersebut telah memesan 100 baju tahanan baru. Ketika itu dia tidak punya filing apa-apa. 100 baju itu kemudian jadi tiga hari sebelum bom meledak. “Eh, tau-taunya setelah itu semua kepakai untuk para tersangka kasus bom,” katanya. Seminggu sebelum kejadian, Budi Setiawan pun sempat dipandu oleh Pendeta Jero Mangku Batur untuk melakukan “perjalanan spiritual” ke beberapa pura di Jawa Timur yaitu Pura Alas Purwo, Pura Blambangan, dan Pura Batu Dodol. “Saya tidak punya pikiran apa-apa. Tau-tau setelah itu bom meledak di Legian,” aku penggemar jogging ini.

Ketika bom meledak, Budi Setiawan pun sedang bersembahyang di Pura Uluwatu, Badung. Padahal ketika itu hari Sabtu, yang seharusnya adalah hari santai. Paginya dia sudah melakukan sembahyang di Pura Besakih, Karangasem dan di Vihara Blahbatuh, Gianyar.

Cerita “klenik” seputar penangkapan para tersangka bom Bali pun menarik disimak. Semalam menjelang tertangkapnya Imam Samudra, Budi Setiawan dan kawan-kawannya melakukan sembahyang di Hotel Kuta Paradiso. Kawan-kawannya menulis nama sekitar 125 korban di dalam amplop. Bersama lilin, amplop tersebut dimasukkan sebuah kapal-kapalan terbuat dari kertas. Tetap jam 11.08 wita, kapal-kapalan itu dibakar. Eh, besok paginya Imam Samudra tertangkap ketika akan menyeberang ke Lampung.

Sebelum itu pun, dalam sebuah persembahyangan bersama Ketua Tim Investigasi Kasus Bom Bali Irjen Pol Made Mangku Pastika, Budi Setiawan mengaku mendapat petunjuk dari dua pemangku (pemimpin upacara agama Hindu) bahwa untuk menangkap Imam Samudra harus dilakukan di atas air atau di pantai. “Eh, ternyata benar. Imam Samudra kita tangkap ketika akan naik kapal,” ujarnya.

Semua pengalaman spiritual itu, kata Budi, tidak lepas dari atmosfir Bali yang memang berbeda dari daerah lain. Selain itu, mengutip pepatah orang Minang, Budi Setiawan juga mengaku, “Alam berkembang jadi guru. Maka berkembanglah dari alam untuk menentukan sesuatu.”

Comments are closed.