Basa Basi tentang HIV/AIDS

0 No tags Permalink 0

Minggu kemarin dari jam 5an sore sampe 11an malem nonton Rock on for AIDS. Ini konser amal sebagai solidaritas untuk kawan-kawan pengidap HIV atau bahkan yang sudah kena AIDS. Juga untuk anak-anak yang orang tuanya meninggal karena HIV/AIDS.

Acaranya lumayan asik. Ada belasan, kalo ga salah sih 12 rock band. Mulai dari yang pakai basa Bali, bahasa Indonesia, sampe in English. Misalnya XXX, Naviculla, Superman is Dead, Special Crew, dan Boomerang. Paling asik ternyata Special Crew, band asal Manchester. Bukan karena inferior syndrome lalu muji-muji band asing. Kebetulan mereka main memang khas Britain. Ya, Coldplay, Blur, atawa Radiohead. But, menurutku mereka cenderung ke Radiohead. Eh, benar. Pas di lagu akhir, mereka nyanyi salah satu lagu Radiohead. Kalo ga salah sih album Kid A.

But, itu bukan poin kali ini. Kerisauanku hanya soal slogan Rock on for AIDS.

Karena katanya sebagai solidaritas utk korban HIV/AIDS, harusnya sih konser itu bisa menyampaikan pesan secara bagus. But, kenyataannya itu belum terjadi. Memang sih ada pesan soal kondom, dan ini yang paling keliatan. Apalagi ada pencatatan rekor MURI sbg penyelenggara peniupan kondom massal pertama dan rekor terbanyak peniup kondom, meski hanya sekitar 1000 orang.

Masalahnya, kenapa harus kondom yang begitu digembar-gemborkan. Ingat, ini hanya salah satu alternatif untuk pencegahan penularan HIV/AIDS. Ada abstinence alias gak ngeseks sebelum nikah. Juga ada be faithful alias setia sama pasangan. But, dua pesan ini nyaris ga ada yang bilang di tengah konser. Juga soal ga bagi jarum bagi pemakai putaw dengan jarum suntik. Atau bahkan kalo bisa ga usah pakai putaw. Cimeng sesekali sih gapapa. :))

Parahnya lagi, ada beberapa band yang komentar-komentarnya cenderung memperpanjang stigam dan mitos tentang HIV/AIDS. Misalnya bahwa HIV/AIDS hanya di kalangan sundel. Eh, ada lho yang bilang gitu. Parah kan? Juga ada penolakan pada kawan-kawan transjender alias waria. Ya ampun, ini konser solidaritas. Kenapa masih ada diskriminasi pada kelompok ini?

Begitulah, seperti juga pas peringatan hari AIDS se-Dunia 1 September kemarin, acara ini pun lebih berkesan basa-basi. Pesan sih mungkin sampe meski ga optimal, misalnya bahwa kondom bukan lagi sesuatu yang tabu. Tapi jadinya ya hanya soal kondom, bukan soal bagaimana mencegah penularan atau memberi simpati dan solidaritas utk mereka yang positif HIV/AIDS.

Ya, lagi-lagi HIV/AIDS hanya jadi slogan. Padahal biaya konser, kalo ga salah 50 juta lebih kan bisa buat bangun rumah singgah bagi anak-anak korban HIV/AIDS. Lebih jelas dan nyata..

No Comments Yet.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *