Aturan Pemilu Ibarat Karet

0 , , Permalink 0

Panwaslu Bali bertindak ambigu karena aturan yang tidak jelas. Kampanye di pasar dihentikan sedangkan bagi-bagi duit tidak masalah. Kok bisa?

Belum sempat membagi-bagikan satupun brosur di Pasar Badung, kampanye Partai Amanat Nasional (PAN) di Denpasar pada Senin kemarin harus dihentikan. Juru kampanye dipimpin Wakil Ketua DPD PAN Bali Fredi Darmawan malah harus mengikuti pertemuan yang dihadiri Direktur Pasar Badung I Wayan Darsa, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Bali, Panwaslu Denpasar, dan anggota Komisis Pemilihan Umum (KPU) Bali. Padahal enam kader PAN tersebut membawa setidaknya 3000 brosur untuk dibagikan di pasar terbesar di Bali itu.

Dihentikannya kampanye PAN itu disepakati dalam pertemuan yang berlangsung di lantai dua Pasar Badung. “Kami menerima keputusan ini,” kata Fredi Darmawan kepada wartawan seusai pertemuan tersebut. Toh, PAN tetap melanjutkan kampanye dengan konsep membagi-bagikan brosur bertuliskan “PAN Menyapa Rakyat” tersebut di tempat lain. Setidaknya ada 40 ribu lembar brosur yang disebarkan di seluruh Denpasar pada hari oleh 200 kader PAN di Denpasar.

Sebelumnya sekitar pukul 11.00 Wita sejumlah kader PAN telah bersiap menyebarkan sejumlah brosur yang dibawanya. Beberapa bahkan telah membagi kepada masyarakat di sisi luar Pasar Badung. Sementara sejumlah pengurus DPW PAN Bali mengurus ijin kampanye kepada Direktur Pasar Badung I Wayan Darsa. Pertemuan yang difasilitasi KPU Bali ini menindaklanjuti keputusan Panwaslu Kota Denpasar yang melarang pelaksanaan kampanye di pasar.

Menurut anggota KPU Bali IGP Artha, kampanye di pasar bertentangan dengan pasal 43 SK KPU No 701 Tahun 2003 tentang Kampanye yang melarang peserta Pemilu melakukan kampanye yang dapat mengganggu proses produksi dan distribusi masyarakat.

Hal yang sama dibenarkan Ketua Panwaslu Bali I Wayan Juana. Menurut Juana, kampanye juga tidak boleh dilaksanakan di fasilitas milik pemerintah tanpa kecuali. “Artinya kan di pasar milik pemerintah  juga tidak boleh,” kata Juana kepada GATRA. Pasar Badung memang punya pemerintah, bukan swasta.

Dalam pertemuan tersebut, awlanya Fredi Darmawan ngotot. Sebab, menurutnya, kampanye PAN tidak dilakukan dengan orasi tapi hanya membagi brosur. “Kami juga sambil berbelanja,” kata laki-laki kelahiran Padang, Sumatra Barat itu. Ketika akhirnya menerima, Fredi mengharapkan Panwaslu bisa bertindak adil.

Penghentian kampanye parpol di Pasar Badung juga sebelumnya telah dilakukan Panwaslu Bali terhadap Partai Bulan Bintang Jumat pekan ini. PBB dipimpin salah satu calegnya Farida Zahra juga membagi-bagi brosur kepada pedagang dan pengunjung pasar lainnya.

Oleh Direktur Pasar Badung I Wayan Darsa, kampanye tersebut kemudian dihentikan karena mereka belum mendapatkan ijin. Farida Zahra dan kader PBB lainnya ngotot mereka telah mendapatkan ijin dari Polda Bali. Padahal surat dari Polda tersebut hanya permakluman. Berbeda dengan PAN yang menerima penghentian, pengurus DPD PBB Bali hingga saat ini masih mempermasalahkan. “Padahal mereka juga salah,” kata Juana.

Hingga Selasa pekan ini, beberapa pelanggaran kecil lain juga terjadia di Bali dalam masa kampanye. Karena itu pada Senin kemarin, KPU Bali akhirnya mengirimkan peringatan tertulis kepada tujuh parpol yang melakukan pelanggaran kampanye. Ketujuh parpol tersebut adalah PDI Perjuangan (PDI Perjuangan), PNI Marhaenisme, PNBK, Partai Golkar, Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PIB), Partai Demokrat, dan Partai Bulan Bintang (PBB).

Pelanggaran terbanyak dilakukan PDI Perjuangan yaitu mengenai pemasangan atribut parpol, pelanggaran lalu lintas, melibatkan anak di bawah umur dalam kampanye, dan ada jurkam pejabat tanpa cuti di Kabupaten Badung.

Anggota KPU Bali, Riniti Rahayu menolak mengatakan nama pejabat dimaksud dengan alasan surat keputusan peringatan ini belum ditanda tangani Ketua KPU. Kecuali PBB, kelima parpol lainnya juga melakukan pelanggaran seputar atribut, lalu lintas, dan pelibatan anak di bawah umur. Sementara PBB diberikan peringatan karena melakukan kampanye di pasar tanpa ijin.

Surat peringatan ini diberikan setelah KPU melakukan rapat pleno. “Mereka diminta tidak mengulanginya pada putaran kampanye kedua,” kata Riniti. Riniti mengakui sulit menertibkan parpol agar mematuhi SK KPU No 701 Tahun 2003 tentang Kampanye. Pelanggaran yang sama juga dicatat Panwaslu yang kemudian diteruskan ke KPU dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Bali.

Sayangnya, baik KPU maupun Panwaslu terkesan tidak berani menindak pelaku money politic. Dalam kampanye Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) di Buleleng Selasa pekan ini pun, terlihat jelas pengurus PKPB Bali membagi-bagi uang kepada massa.

GATRA melihat sendiri di sekretariat DPC PKPB Buleleng, beberapa pengurus membagikan dua gepok uang seratus ribuan kepada salah seorang pemimpin massa. Setelah itu penerima uang pergi dan menghilang di tengah ribuan massa. Tidak sedikit juga massa yang berbincang dengan kawannya soal belum diterimanya uang dari PKPB.

Toh, ketika dikonfirmasi, I Wayan Juana menjawab santai, “Itu kan uang transportasi untuk massa partai.” Menurut Ketua Panwaslu Bali ini, tidak ada batasan yang jelas tentang money politic. Kalau tidak ada kesepakatan tertulis, katanya, maka pemberian tersebut tidak termasuk money politic.

Maka, hingga saat ini Panwaslu dan KPU Bali “hanya” berani menindak pelanggaran semacam pemasangan atribut parpol tersebut. Pelanggaran pemasangan atribut memang dominan dilakukan parpol.

Dalam pantauan GATRA, saat ini Denpasar semakin hari semakin terlihat sumpek dengan berbagai atribut yang dipasang sembarangan oleh parpol maupun calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bali. Pamflet ditempel sembarangan di pohon-pohon, marka jalan, tiang listrik, dan kotak telepon umum. Beberapa pohon bahkan terlihat merangas tanpa daun karena bendera-bendera parpol dipasang di puncak pohon. [#]

Comments are closed.